Soba atau buckwheat (Fagopyrum esculentum Moench) yang termasuk dalam kelas Angiospermae adalah tanaman dari daerah subtropis yang telah diintroduksi sejak tahun 1999 di Jawa Barat, Indonesia. Tanaman tersebut merupakan tanaman hari netral yang dapat dibudidayakan sepanjang tahun di dataran tinggi 1150 mdpl atau dataran rendah 550 mdpl tropis basah. Pertumbuhan dan perkembangannya sangat bergantung pada kondisi suhu udara (Chai et al. 1995) dan penyinaran, khususnya pada proses pembungaan sampai pemasakan biji. Suhu optimum yang dibutuhkan selama pembungaan adalah 10 0C. Pembungaan sampai pemasakan 14 0C dan saat pemasakan biji 10-18 0C. Kendala yang dihadapi dalam budidaya tanaman introduksi seperti soba yang berasal dari daerah subtropis adalah penyesuaian iklim. Iklim tidak dapat dikendalikan, namun dapat dimodifikasi agar mendekati iklim lingkungan asal dengan cara mengganti lintang asal tanaman dengan ketinggian tempat baru (dataran tinggi tropis).

Soba merupakan tanaman pangan kaya manfaat yang penggunaannya di Indonesia masih sangat jarang. Ada banyak faktor yang menyebabkan soba cenderung “masih asing” dalam khazanah kuliner Indonesia. Diantaranya untuk membudidayakannya di lingkungan yang berbeda dari tempat asalnya, memerlukan perlakuan khusus. Produksi biji soba sangat dipengaruhi radiasi serta peningkatan kadar rutin dan produktivitas rutin biji soba sangat dipengaruhi oleh suhu. Oleh karenanya, untuk membudidayakan soba dengan skala industri yang masif, diperlukan usaha keras dengan didukung penelitian yang lebih serius lagi agar didapatkan hasil yang maksimal.