Fenomena inflasi dianggap sebagai ancaman bagi perekonomian suatu negara. Oleh sebab itu, diperlukan sebuah mekanisme khusus yang mampu meredam gejolak inflasi. Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan salah satu kerangka kebijakan moneter yang ditawarkan oleh International Monetary Fund (IMF) untuk mengatasi permasalahan tersebut. Semenjak diperkenalkan dan berhasil diaplikasikan oleh Selandia Baru pada tahun 1991, banyak negara yang menerapkan ITF sebagai alat untuk penargetan inflasi. Puncaknya pada tahun 1997, ketika terjadi krisis keuangan Asia, banyak negara yang mengalami gejolak finansial salah satunya inflasi.
Indonesia, Thailand, Korea Selatan dan Filipina adalah negara-negara pengadopsi ITF di wilayah Asia. Masing-masing negara memiliki cara pengadopsian yang berbeda-beda, terutama dalam pemilihan instrument kebijakan moneternya. Instrumen kebijakan moneter yang seringkali dipergunakan negara-negara pengadopsi ITF diantaranya adalah tingkat suku bunga dan nilai tukar. Efektifitas kedua instrument tersebut dikaji secara mendalam dengan menggunakan metode Structural Vector Autoregressive (SVAR) di keempat negara tersebut. Hasil yang dapat disimpulkan dari kajian tersebut adalah, temuan bahwa instrument nilai tukar kurang efektif jika diterapkan di Korea Selatan dan Indonesia. Instrumen nilai tingkat suku bunga menjadi pilihan yang paling tepat jika diterapkan di kedua negara tersebut. Sedangkan hasil sebaliknya, ditemukan bahwa di Thailand dan Filipina, instrument nilai tukar menjadi lebih efektif diterapkan dibandingkan dengan instrument tingkat suku bunga.